Tuesday, November 16, 2010

NASEHAT ‘ULAMA



"Ibnu Mas-ud berkata: Rasa takut kepada Allah Ta-ala, sudah cukup dikatakan sebagai ilmu. Anggapan bahwa Allah tidak mengetahui perbuatan seseorang, sudah cukup dikatakan sebagai kebodohan"
(Mushannaf Ibni Abi Syaibah, no. 34532)

"Akhir perkataan Ibrahim ketika dilemparkan dalam kobaran api adalah “hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai penolong dan sebaik-baik tempat bersandar)"
(HR. Bukhari)

"Tidak ada suatu perkara yang lebih merusak amalan daripada perasaan ujub dan terlalu memandang jasa diri sendiri"
(Ibnul Qayyim, Al-Fawa’id, 1/147)

"Umar bin Abdil Aziz mengatakan: Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan."
(Al Amru bil Maruf, Ibnu Taimiyah, 15)

Imam Al Auza’i berpesan, “Wajib atas kalian mengikuti jejak salaf (para sahabat) walaupun banyak manusia yang menentangmu. Dan waspadalah dari pemikiran-pemikiran manusia meskipun mereka menghiasinya dengan perkataan-perkataan yang indah di hadapanmu”. Hanya kepada Alloh-lah kita memohon perlindungan. Wallohu a’lam.


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي , وَارْحَمْنِي , وَاهْدِنِي , وَاجْبُرْنِي , وَعَافِنِي , وَارْزُقْنِي , وَارْفَعْنِي

“Ya Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, tunjukilah aku (ke jalan yang benar), cukupkanlah aku, selamatkan aku (tubuh sehat dan keluarga terhindar dari musibah), berilah aku rezki (yang halal) dan angkatlah derajatku.” — (HR. Ashhabus Sunan, kecuali An-Nasai. Lihat Shahih At-Tirmidzi: 1/90 dan Shahih Ibnu Majah: 1/148.)

Bersemangatlah!
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersemangatlah untuk meraih segala hal yang bermanfaat bagimu. Mintalah pertolongan Alloh dan jangan lemah. Apabila engkau tertimpa sesuatu (yang tidak menyenangkan) janganlah berkata, ‘Seandainya aku dulu berbuat begini niscaya akan menjadi begini dan begitu’ Akan tetapi katakanlah, ‘QaddarAllohu wa maa syaa’a fa’ala, Alloh telah mentakdirkan, terserah apa yang diputuskan-Nya’. Karena perkataan seandainya dapat membuka celah perbuatan syaitan.” (HR. Muslim)
Imam Ibnu Qayyim rohimahulloh mengatakan, “Letak kebahagiaan manusia ialah pada semangatnya untuk meraih perkara yang bermanfaat bagi dirinya, baik untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya. Mewujudkan semangat adalah dengan cara mengerahkan segenap kesungguhan dan mencurahkan segenap kemampuan. Apabila seseorang yang sangat bersemangat menggeluti perkara yang bermanfaat baginya maka semangatnya itu layak untuk dipuji. Seluruh potensi kesempurnaan diri akan terwujud dengan tergabungnya kedua perkara ini: ia memiliki semangat yang menyala-nyala dan semangatnya itu dicurahkan kepada sesuatu yang bermanfaat baginya…”
Beliau rohimahulloh juga mengatakan, “Karena munculnya semangat dalam diri seseorang serta perbuatannya hanya bisa terwujud dengan pertolongan serta kehendak dan taufik dari Alloh maka beliau (Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam) memerintahkan supaya (kita) meminta pertolongan-Nya. Demi tergabungnya maqam iyyaaka na’budu (melakukan peribadahan) dan maqam iyyaaka nasta’iin (memohon pertolongan) di dalam dirinya. Oleh karena semangat seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya termasuk ibadah kepada Alloh. Sedangkan hal itu tidak akan bisa diwujudkan kecuali dengan pertolongan Alloh. Maka beliau pun memerintahkan (kita) untuk beribadah dan sekaligus meminta pertolongan kepada-Nya.” (Ibthaalu tandiid, Syaikh Hamad bin’Atiq)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga perkara pula.
Allah meridhai kalian bila kalian:
(1) Hanya beribadah kepada Allah semata, (2) Dan tidak mempersekutukan-Nya, (3) Serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya, dan janganlah kalian berpecah belah
Dan Allah membenci kalian bila kalian:
(1) Suka qiila wa qaala (berkata tanpa dasar), (2) Banyak bertanya (yang tidak berfaedah), (3) Menyia-nyiakan harta”
(HR. Muslim no. 1715)

Semoga Allah merahmati anda. Sebelumnya kami menasehati anda agar tidak menyibukkan diri dengan syubhat, dan jauhilah orang-orang yang berpotensi memberikan syubhat. Karena hati manusia itu lemah. Hindari pula banyak berdebat dan sibukkan diri menuntut ilmu. Semoga Allah memberi taufik.
Yang anda tanyakan, riwayat yang shahih adalah:
الرشوة في الحكم كفر وهي بين الناس سحت
Uang suap itu bagi pejabat pemerintahan adalah kekufuran, bagi masyarakat adalah haram
ِAtau riwayat dengan lafadz:
عن عبد الله بن مسعود – رضي الله عنه – قال : السحت أن يطلب الرجل الحاجة فتقضى له فيهدي إليه فيقبلها . وله عن مسروق عنه من رد عن مسلم مظلمة فأعطاه عليها قليلا أو كثيرا فهو سحت قلنا يا أبا عبد الرحمن ما كنا نرى السحت إلا الرشوة في الحكم قال : ذلك كفر { وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Lafadz dari riwayat-riwayat yang shahih menggunakan kata كفر , sedangkan riwayat yang menggunakan kata الكفر tidak ada yang shahih. Dan sudah sangat dikenal kaidah bahwa kufrun jika dalam bentuk ma’rifah, misal digandeng alif-lam, maka artinya kufur akbar keluar dari Islam, sedangkan jika nakirah tanpa alif-lam, maka yang dimaksud adalah kufur asghar, tidak mengeluarkan dari Islam. Penjelasan kaidah ini dapat anda temukan di At Tamhid Syarh Kitab At Tauhid.
Sebagaimana hadits:
سباب المسلم فسوق ، وقتاله كفر
Mencela seorang muslim adalah kefasikan, membunuh seorang muslim adalah kekufuran” (HR. Bukhari-Muslim)
Kufrun dalam hadits ini bermakna kufur asghar, karena nakirah. Sehingga seorang muslim yang membunuh seorang muslim lain tidak otomatis murtad.
Wallahu Ta’ala A’lam.

"Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci mereka." (Umar bin Abdul Aziz)

Manusia akan senantiasa berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 197).
Shahabat ‘Urwah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengikuti sunnah-sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 198).
Salah seorang tabi’in bernama Ibnu Sirin mengatakan: “Dahulu mereka mengatakan: selama seseorang berada di atas jejak Nabi, maka ia berada di atas jalan yang lurus.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 200)
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya): “Dan jika kalian menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An Nur: 54)
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Jika kalian menaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus, baik ucapan maupun perbuatan. Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan hidayah melainkan dengan menaatinya, dan tanpa (menaatinya) tidak mungkin (akan mendapatkan hidayah) bahkan mustahil.” (Tafsir As Sa’di, hal. 521)